Proofreading
Sebelum Menerbitkan Tulisan
RESUME
15
Ketika berada pada situasi yang sulit menulis itu jadi
agak berbeda, sepertimya setiap situasi yang dilalui akan memberikan warna
tersendiri buat sebuah karya, saat riang dan gembira tulisan pun akan
merasankan warna kegembiraan yang ada, saat hati bersedih tulisan juga
menampakkan raut goresan kesedihan, lalu bagaimana menyamarkan keadaan sehingga
tidak tanpak oleh pembaca bahwa sang penulis sedang mengalami suatu kejadian
apa? Seperti saat ini bisa dikatakan semua tidak baik-baik saja, leptop tua
yang medampingi pun juga terkontaminasi situasi yang memang diluar kemauan,
harus selesai dan harus dipaksakan.
“Siapkan semangat, singsingkan lengan bajunya, gerakan
jemarinya serta tuangkan ide-ide menariknya. Menulislah untuk me-merdeka kan
pikiran, se-merdeka nya 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan” kalimat pembuka
dari sang moderator Ibu Maesaroh yang memberikan motifasi dan semangat buat
para peserta kuliah malam ini. Bu Mae pun melajutkan :
“Assalamualaikum
Wr.Wb.
“Selamat
malam Bapak/Ibu Pegiat Literasi Se-Nusantara!”
“Berjumpa
kembali dengan saya Maesaroh, M.Pd, Sang Blogger Millenial.”
Ada
cerita sedih tersisip pada pembukaan kuliah malam ini, marilah sejenak kita
bersama mendo’akan kedua orang tua dari Ibu Maesaroh agar dilindungi, diberikan
kekuatan, ditambah kesabarannya, dan dikurangi rasa sakitnya dengan kesembuhan
oleh Allah SWT, Aaminn.
Narasumber
malam ini Beliau merupakan seorang Guru Kelas SDN Mardiharjo, Kab. Musi Rawas,
Prov. Sumatera Selatan, yang dilahirkan Gombong Kebumen, 29 Juni 1971. Lulus S1
Pendidikan Bahasa Indonesia dan S1 Pendidikan Guru SD. Beliau bernama Susanto,S.Pd atau akrab di sapa Pak D.
Pertama
kali gabung dengan grup penulis ini aku memiliki memori dengan Pak D, tanggal 4
juli 2021 sebagai tulisan perdana yang saya tuliskan di blog dengan alamat https://matcikgu.blogspot.com/2021/07/memori.html?m=1
dan saya share di grup langsung mendapat respon oleh Pak D, Beliau mengatakan :
“
Memori adalah pengalaman masa lampau
yang hidup kembali dalam ingatan. Tulisan yang bagus. Sering menulis dan
tidak terburuakan membuat tulisan semakin enak dibaca dan dinikmati. Padek
nian.”
Sebagai
penulis pemula saya sangat senang menerima respon dan nasehat walau pun saya
tidak mengenal siapa yang memberikan komentar dan nasehat tersebut.
Kembali
ke Sosok Pak D Susanto, Beliau adalah Seorang yang sangat mahir dalam editing
sehingga kemahiran itu mengantarkan beliau menjadi seorang editor pada
komunitas pelatihan menulis asuhan Om Jay.
Kuliah
malam ini dibuka dengan mengucapkan Basmalah.
Pak
D Susanto menjelaskan materi satu persatu, saya mencoba membaca setiap teks
yang disampaikan dengan seksama mulai dari kata penting “Proofreading sering disebut dengan uji-baca adalah membaca ulang
sebuah tulisan, tujuannya adalah untuk memeriksa apakah terdapat kesalahan
dalam teks tersebut, Proofreading adalah aktivitas memeriksa kesalahan dalam
teks dengan cermat sebelum dipublikasikan atau dibagikan.”
Kegiatan
proofreading merupakan kegiatan akhir setelah tulisan diselesaikan. Seperti yang di jabarkan Pak D Susanto:
“Hal
ini sangat sesuai dengan nasihat para pakar menulis, yakni: "Tulis saja,
jangan pedulikan teknis. Salah nggak papa mumpung ide masih mengalir. Jika
sudah selesai, barulah kita lakukan editing."”
Ketika
"sedang" menulis, muncul keinginan agar tulisan ini harus sempurna.
Sehingga, muncul banyak sekali kehawatiran. Inilah yang paling sering dirasakan
dialami sehingga untuk menuangkan ide yang sudah ada di kepala terasa berat dan
menambah beban pada saat merangkai kata menjadi sebuah tulisan, bahkan sebelum
tinta tergores pun ketakutan memunculkan rasa tidak percaya diri atau target yang
terlalu tinggi hingga tak dapat dijangkau. Atau sikap terburu-buru ingin cepat
selesai sehinggga apa yang kita sampaikan dalam bentuk tulisan masih banyak
mengalami kesalahan pengetikan, typo, tanda baca yang tidak sesuai, ejaan yang
kurang pas, konsitensi pengunaan nama atau istilah, pemengalan kata, bahkan
tidak sesuai dengan kaidah KBBI PIUBI.
Pak
D Susanto melanjutkan:
“Jadi,
proofreading tidak sekadar menyoroti kesalahan tanda baca atau ejaan, tetapi
juga logika dari sebuah tulisan, apakah sudah masuk di akal atau belum. Seorang
proofreader juga harus memastikan bahwa tulisan yang sedang ia uji-baca bisa
diterima logika dan juga harus dapat
mengenali apakah sebuah kalimat efektif, struturnya sudah tepat atau belum,
hingga memastikan agar substansi tulisan dapat dipahami dengan mudah oleh
pembaca. Tugas seorang proofreader adalah untuk membuat teks mudah dipahami
pembaca dan tidak kehilangan substansi awalnya”
Ada
kesan yang ditangkap bahwa proofreading
ini hampir sama atau bahkan sama saja dengan editing, namu ternyata kedua hal
ini jauh berbeda fungsinya. Pak D Susanto menjelaskan bahwa editing lebih fokus pada
aspek kebahasaan, sedangkan proofreading selain aspek kebahasaan, juga harus
memperhatikan isi atau substansi dari sebuah tulisan. Pengeditan merupakan
proses yang melibatkan perubahan besar pada konten, struktur, dan bahasa,
sedangkan proofreading hanya berfokus pada kesalahan kecil dan inkonsistensi.
Pak
D Susanto sangat menekankan dalam kata-katannya:
“Tugas
seorang proofreader bukan hanya membetulkan ejaan atau tanda baca, ya.”
Penulisan resume ini sebenarnya belum rampung utuh masih
panjang cerita dari Pak D Susanto yang belum sempat kurunut satu-persatu karena
keterbatasan energi. Semoga masih bisa dilanjutkan di kemudian hari.
Pangkalpinang, 18
Agustus 2021
Derliana
Lekas sembuh mamak,semangat!!!
BalasHapusNama saya Ahmad Dairobi dipanggil yubi
BalasHapus