AZAN
Suara berat namun, mendayu
Seolah berteriak tapi menatap sayu
Memecah kesunyian kesibukan merayu.
Saat tubuh enak terlelap di pembaringan
Saat rutinitas mencapai puncak keseharian
Saat ngebut mengejar waktu di jalanan
Saat lelah menghampiri kemudian.
Suara berat kembali berkumandang
Menyeru memanggil dengan lantang
Jiwa yang telah gersang pun meradang
Mencoba menolak berontak menendang
Kesal marah gundah dan gulana meyerang.
Seketika resah gelisah gundah mengema
Menyayat menghujam menikam sukma
Merintih tertatih lirih bak drama
Entah apalah yang menjelma
Menyapa pelan berirama
Seolah bisikan Mama.
Seruan Pemilik semesta
Masih diri ini suka berdusta
Berdalih lelah ini itu meronta
Mata hati sudah membuta
Lidah sudah kelu terbata-bata.
Kumadang azan lewat saja dipikiran
Apakah selamanya diri taktahu ini seruan
Untuk menghadap Yang Maha Menciptakan
Agar menjawab azan dan sholat dikerjakan.
Sebelum maut menjemput merambat arteri
Peringatan telah datang lima kali sehari
Taubatlah segera hamba yang tahu diri.
Sukses. Telelet yang memukau. Lanjut!
BalasHapusKeren diksinya, Kak.
BalasHapusAda beberapa catatan:
1. Bubuhkan koma setelah kata namun.
2. Setiap bait hanya di akhiri dengan titik pada larik terakhir.
3. Titimangsa ditulis paling bawah setelah bait ketujuh.
4. Penggunaan rima berakhiran hanys diperkenankan 1 bait pada setiap puisi telelet.
5. Penulisan yg benar "Yang Mahakuasa", "ah,", "peduli"
6. Tapi itu kata tdk baku dari tetapi.
7. Yang Mahs Menperhatikan.
8. Larik terakhir bait ketujuh kurang tepat susunan kalimatnys, bisa dipercabtik, ya, Kak?
Sementara, itu koreksi saya, jika masih kurang paham, boleh tanya bunda Kanjeng sang trainer telelet.
Diksinya jozzz..
BalasHapusDengarkan seruan adzan berkumandang
BalasHapusSegera lakukan salat tinggalkan kesibukan
Agar tenang hati dalam naungan Tuhan
Ya begitulah
HapusBahasa nya penuh makna...
BalasHapus